Search

Senin, 15 Agustus 2011

MALOKLUSI

Maloklusi merupakan keadaan oklusi yang tidak normal. Maloklusi disebabkan oleh 3 faktor, yaitu dento dysplasia, skleletal dysplasia, dan dentoskeleto dysplasia.  Dento displasi ini terjadi apabila gigi dalam keadaan yang abnormal baik itu posisi maupun giginya sendiri. Skeletal dysplasia terjadi apabila tulang maksilla dan mandibula mengalami kelainan sehingga menyebabkan maloklusi. Sedangkan dentoskeletal terjadi apabila terdapat kelainan pada tulang rahang dan gigi sehingga membutuhkan perawatan yang lebih intensif. Yang terakhir, tipe fungsional, di sini terjadi apabila otot-otot di sekitar mulut dan pengunyahan yang abnormal.
Secara etiologi, maloklusi disebabkan oleh factor eksternal dan factor internal. Faktor eksternal yaitu meliputi,
  1. Herediter
  2. Kebiasaan buruk, seperti menghisap jempol/jari, menggigit benda tumpul, bernapas dengan mulut, menghisap lidah, menjulurkan lidah, menggigit bibir, dll.
  3. Malnutrisi
  4. Pertumbuhan yang salah
  5. Penyakit dan keadaan metabolic
Faktor internal , meliputi.
  1. a.       Anomaly jumlah gigi
  2. b.      Anomaly bentuk gigi
  3. c.       Anomaly ukuran gigi
  4. d.      Persistensi gigi desidui
  5. e.      Gigi decidui yang premature
  6. f.        Ankyolisis
  7. g.       Gigi permanen yang terlamabat erupsi
Klasifikasi maloklusi yang masih digunakan sampai sekarang adalah klasifikasi angle
Angle membagi klasifikasi maloklusi gigi dalam 3 kelas:
a.       Klas 1,  apabila hubungan cups mesiobukal gigi M1 atas berkontak dengan bukkal groove M1 bawah
b.      Klas 2, apabila hunungan cups mesiobukal M1 atas berkontak dengan daerah antara mesiobukal cups M1 bawah dan Cups premolar 2 bawah. Klas ini terdiri dari 2 divisi. Divisi pertama, apabila gigi anterior protrusi sedangkan divisi kedua apabila gigi anterior retrusi.
c.       Klas 3, apabila hubungan cups mesiobukkal M1 atas berkontak dengan daerah antara distobulak cups M1 bawah dan mesiobukkal cups M2 bawah
Klasifikasi angle ini memiliki beberapa kekurangan, yaitu klasifikasi ini berpedoman pada gigi M1 atas, sehingga apabila gigi M1 atas sudah ekstraksi maka klasifikasi ini tidak dapat dilakukan dan klasifikasi ini hanya melihat dari sisi transversal sementara maloklusi dapat terjadi dalam arah vertical dan lateral.
Maloklusi dapat menyebabkan gangguan, yaitu:
  • a.       Gangguan pengunyahan
  • b.      Gangguan pada TMJ
  • c.       Gangguan estetik
  • d.      Gangguan pembersihan
  • e.      Gangguan bicara
Maloklusi dapat diatasi dengan menghilangkan kebiasaan buruk dan perawatan orthodonti. Perawatan orthodonti ini misalnya pengunaan pesawat orthodonti cekat / behel gigi dan pesawat orthodonti lepasan yang biasanya terdiri dari labial bow, cangkolan adam, C retractor, Z string, dan lengan pegas.

Rabu, 10 Agustus 2011

Catatan di Buku BM


Ada sebuah tradisi baru di wilayah jurusan saya. Setelah menyelami masa-masa awal selama 2,5 tahun. Tepat pada awal semester 2, para pemangku jurusan mendapatkan ilham yang diintegrasikan dalam sebuah keputusan ketua jurusan. Keputusan tersebut membawa imbas positif dan negative terhadap mahasiswa. Ada beberapa factor mahasiswa dapat melaksanakan keputusan tersebut, yaitu dosen pembimbing tutorial adalah dosen yang memberi KP dan selalu menaungi sekre tercinta. Dosen selain disebutkan di atas merupakan dosen yang mungkin tidak tahu menahu tentang keputusan besar ini. Para mahasiswa yang mendapati dirinya dibimbing oleh dosen yang disebutkan di atas, maka sudilah kiranya untuk tidak melaksanakan keputusan besar yang mulia ini.
Keputusan ini sebenarnya hanya keputusan yang tidak terduga sebelumnya. Keputusan ini tiba-tiba sudah muncul  dari mulut dosen saat tutorial. Keputusan ini langsung menjadi trending topic in campus selama 2 minggu awal blok baru. Posisi ini merupakan posisi yang patut dibanggakan dan patut untuk di kupas secara tajam setajam lecron.
Keputusan ini adalah……………………………………………………………………………………………………..........membuat catatan pada buku BM. Apa itu buku BM? Buku BM adalah buku yang berisi catatan belajar mandiri yang dilaksanakan pada saat di luar jam perkuliahan yang akan diperiksa setelah tutorial yang sangat bermanfaat untuk ujian blok dan menambah pengetahuan mahasiswa.
Sayangnya, ada penerimaan yang kurang diharapkan dari mahasiswa yang kurang beruntung karena harus membuat catatan di buku BM.
Catatan di buku BM saat ini belum memiliki aturan baku penulisan. Untuk itu, saya menyarankan agar catatan di buku BM dibuat sesuai kehendak dari si penulis, hal ini dikarenakan catatan di buku BM dikonsumsi sendiri oleh si penulis jadi cukuplah aturan baku penulisan yang dipakai adalah aturan baku yang dimengerti oleh si penulis. Sesuai pepatah dari penulis untuk penulis dan oleh penulis. Oleh karena itu, jangan dipermasalahkan tulisan tangan yang jelek dan tidak beraturan. Menurut beberapa tulisan yang pernah saya lihat, tulisan orang pintar itu seperti dokter dan dokter gigi tulisannya jelek. Jadi, rajinlah menulis catatan di buku BM ^^
 jadi, siapa mahasiswa yang beruntung dan tidak beruntung???

Senin, 01 Agustus 2011

Ceramah Pertama di Bulan Ramadhan


Shalat tarawih di mesjid. Hiruk pikuk di dalam dan di luar, seperti pasar malam. Waktu sholat, masih saja hiruk pikuk ckckckk….tapi Alhamdulillah mejidnya penuh #hari2pertamaramadhan.
Ceramah malam pertama bulan ramadhan disampaikan oleh tetua di kampong ini, orang yang disegani dan berpengaruh di kampong. Terlihat sangat friendly di atas mimbar, menyampaikan ceramah dengan tutur kata yang bersahabat, membawa para jemaah untuk sama-sama meresapi ayat-ayat al-quran yang disampaikan beliau.
Di salah satu sudut mesjid terlihat perempuan tua memperhatikan sang penceramah. Sesekali dia mengangguk-angguk pertanda mengerti, tapi ada tatapan lain bersinar dari mata perempuan tua. Tatapan itu, tatapan cinta dan bangga. Sang penceramah adalah pendamping hidupnya. Susah senang, pahit manis, asam asin lautan telah ditempuh bersama selama 50 tahun.
Malam pertama ramadhan ini, sungguh memiliki arti yang besar baginya. Menyaksikan seorang laki-laki yang tiada berharta hanya hati yang tegar hingga ia bisa melalui hidupnya. Segenap kekuatan melindunginya dan anak-anaknya. Tutur lembut dan bijaksana melewati titah dan silat lidah orang lain. Genggaman erat yang menuntunnya hingga ke mekkah. Persembahan hati yang menyeluruh membuat ia dan sang penceramah menyicipi indahnya masa tua.
Kisah perempaun tua dan sang penceramah tak muluk-muluk untuk dipersembahkan sebuah perayaan 50 tahun pernikahan mereka. Jika ada yang tahu kisah mereka, pasti akan mengerling cemburu pada pasangan tua ini ^^

Minggu, 31 Juli 2011

Jangan Sampai “Robohnya Surau Kami” Lagi

Surau suluk sudah berdiri puluhan waktu yang lalu. Didirikan oleh seorang buya dan teman-temannya. Pengurus surau turun temurun hingga sekarang. Namun, seiring waktu berjalan suau sudah semakin tedup lampunya. Semakin tebal debunya, semakin banyak sarang laba-labanya.
Surau itu diberi nama taslim. Surau ini dibangun dengan sederhana menggunakan kayu. Surau ini berbentuk seperti rumah panggung. Ada menara yang menjulang sekitar 3 meter dari atap bangunan. Surau ini memiliki arsitektur surau minangkabau pada umumnya.
Surau ini terletak diantara kolam dan sawah. Ada sungai kecil yang mengalir di samping surau. Dibelakang surau menjulang bukit. Dari surau akan terlihat jalan aspal yang melintang di kejauhan. Sungguh indah pemandangan dari surau.
Surau ini dilengkapi dapur dan kamar garin yang terpisah dengan surau. Ruangan ini terletak di samping depan surau. Dan kamar ustadz di bawah menara. Dihalaman depan surau terdapat pemakaman keluarga pendiri surau.
Surau ini memiliki tradisi suluk atau disebut juga tasawuf. Banyak terdapat pembatas-pembatas kayu di langit-langit surau. Sekarang peminat suluk sudah berkurang. Mungkin disebabkan oleh berbagai factor salah satunya kepengurusan surau yang sudah mengalami kemerosotan. Hal ini sangat disayangkan, karena ditengah hiruk pikuk globalisasi dan modernasi sangat sulit untuk menemukan surau dengan tradisi suluknya.
Awal ramadhan, surau ini juga memiliki tradisi makan bersama setelah sholat magrib. Ibu-ibu di sekitar surau memberikan nasi dan lauk-pauk ala kadarnya. Setelah makan bersama dilanjutkan dengan sholat Isya dan tarawih. Salah satu tradisi yang masih bertahan juga adalah shalat tarawih 20 rakaat dengan hitungan 2 rakaat sebanyak 10 kali. Sungguh luar biasa, para peserta suluk yang rata-rata adalah lansia melakukan sholat tarawih 20 rakaat. Shalat tarawih tidak dibarengi dengan ceramah agama seperti di mesjid. Di akhir ramadhan juga ada buka bersama di surau.
Suasana di surau ini lain dari yang lain. Sangat tenang dengan wangi yang khas dan suara aliran air sungai kecil di samping surau. Hawa kekerabatan dan suasana minangkabau tempo dulu sangat terasa di surau ini. Surau yang sangat sederhana dengan derit lantai dari papan yang menjerit setiap dilangkahkan. Lampu yang temaram menampakkan bayangan gerakan shalat para jamaah. Membawa setiap jiwa di dalamnya hanyut di dalam sholat yang kusyuk.
Sangat sayang sekali, jika sholat tarawih pertama tidak dilaksanakan di sini.

Senin, 11 Juli 2011

hiperplasia Akibat Penggunaan Gigi Tiruan

Hiperplasia Akibat Penggunaan Gigi Tiruan

Hazni Viyanti (1010342015)
Inti Sari
Kehilangan gigi dapat ditanggulangi dengan pemakaina gigi tiruan. Namun, pemakaian yang terlalu lama dan tidak menjaga kebersihan mulut dan gigi tiruan dapat menyebabkan penyakit mulut, salah satunya hiperplasia akibat penggunaan gigi tiruan atau denture hiperplasia.  Hiperplasia akibat penggunaan gigi tiruan berupa lesi yang berwarna kemerahan, elastis, dan lunak yang terletak di sekitar gigi tiruan. Hiperplasia ini merupakan akibat dari pertumbuhan jaringan fibrous yang disebabkan oleh tepi basis gigi tiruan yang panjang dan longgar sehingga terjadi pergerakan dan penekanan di mukosa mulut. Lesi ini dapat ditanggulangi dengan membedah lesi dan tidak memakai gigi palsu sementara waktu. Ilmu tentang perkembangan, pertumbuhan, perawatan, dan pencegahan hiperplasia ini perlu diteliti lebih lanjut agar perencanaan perawatan dan diagnosa pasien lebih optimal.1.       Pendahuluan

Kehilangan gigi dapat menyebabkan perubahan pada anatomi, fisiologi, dan fungsional rongga mulut. Menurut penelitian Deen pada tahun 1967, sampai umur tiga puluh lima tahun karies merupakan penyebab utama kehilangan gigi, kemudian diikuti penyakit periodontal (Gad dan Bay dalam Houwink, 1993: 25). Kehilangan gigi geligi dapat ditanggulangi dengan membuat restorasi berupa gigi tiruan. Penggunaan gigi tiruan dalam waktu lama dan tidak menjaga kebersihan  mulut dan gigi tiruan dapat menimbulkan beberapa reaksi terhadap jaringan mulut yaitu, stomatitis hiperplastik, stomatitis angularis, hiperplasia jaringan mulut dan denture stomatitis (USU Repository, 2010).

Masalah yang dibahas dalam artikel ini adalah bagaimana patogenesis hiperplasia akibat penggunaan gigi tiruan, apa tanda-tanda klinis hiperplasia akibat penggunaan gigi tiruan, dan apa perawatan hiperplasia akibat penggunaan gigi tiruan. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah menjelaskan tentang patogenesis, tanda-tanda klinis, dan perawatan hiperplasia akibat penggunaan gigi tiruan. Metode yang digunakan adalah mengumpulkan dan membandingkan literatur yang valid. Teori yang digunakan adalah teori yang disampaikan oleh Gayford, Haskell, Pala, dan Damayanti.

2.       Pembahasan

Hiperplasia jaringan lunak di bawah atau di sekeliling gigi tiruan merupakan akibat dari respon fibroepitelial terhadap pemakaian gigi tiruan (Damayanti, 2009: 7). Lesi ini sering disebut denture hiperplasia. Secara histopatologi, denture hiperplasia berupa jaringan fibrous aseluler yang terikat longgar dan edematus. Mukosa di atas jaringan mempunyai epitelium keratinisasi atau parakeratinisasi. Selain itu, terdapat infiltrat sel peradangan kronis di bawah epitelium. Pada daerah pertemuan lesi dan mukosa normal, terdapat ulserasi serta penggabungan dari infiltrat sel peradangan akut dan kronis (Gayford, 1993: 122).

Penyebab utama dari hiperplasia ini adalah tepi basis gigi tiruan yang terlalu panjang yang mungkin disebabkan oleh resorpsi prosesus alveolaris (Pala, 2002: 9-10). Trauma pada mukosa juga dapat terjadi karena penekanan tepi basis gigi tiruan pada mukosa bergerak atau pada perbatasan mukosa bergerak dan tidak bergerak akibat oklusi yang tidak seimbang sehingga tepi basis gigi tiruan masuk ke jaringan sulkus. Selain itu, disebabkan oleh iritasi kronis dari gigi tiruan yang longgar (Damayanti, 2009: 7).

Pergerakan gigi tiruan meningkat apabila gigi tiruan longgar dan biasanya keadaan tersebut menandakan  protesa yang sudah lama. Pergerakan lebih besar terjadi pada rahang bawah yang tidak bergigi daripada rahang atas. Tekanan gigi tiruan meningkat bila tepi basis gigi tiruan terlalu panjang . Tepi basis yang terlalu panjang terlihat karena atropi ridge yang besar (Gayford, 1993: 122). Sebagian besar pasien akan meminta perawatan untuk mengurangi rasa sakit yang ditimbulkan oleh tekanan tepi basis gigi tiruan pada mukosa sebelum luka menjadi hiperplastik, tetapi ada pasien yang memiliki ambang rasa sakit yang tinggi yang tidak menyadari ada kerusakan pada mukosa mulutnya sehingga terus memakai gigi tiruan (Pala, 2002: 10).

Hiperplasia akibat penggunaan gigi tiruan sering asimtomatik dan terbatas pada jaringan di sekeliling tepi gigi tiruan di daerah vestibular, lingual atau palatal, dan di bagian sisa prosesus alveolar (Damayanti, 2009: 7).Secara klinis, lesi ini berwarna merah muda, sedikit pucat dari warna mukosa normal. Lesi terletak sejajar terhadap ridge dengan dasar lamina propia serta mempunyai panjang lima mm sampai tiga mm dan tinggi lima mm sampai sepuluh mm. Tidak jarang, dua atau tiga lesi terdapat dalam mulut, lesi terbesar terletak paling dekat dengan ridge. Lesi ini bersifat elastis dan lunak mirip polip fibro-epitel. Limpadenopati regional tidak ditemukan di sekitar gigi tiruan (Gayford, 1993: 123).

Perawatan awal hiperplasia akibat penggunaan gigi tiruan meliputi pengikisan tepi basis gigi tiruan yang berlebih sehingga menghilangkan penyebab iritasi. Namun, pengasahan tepi basis dapat mengurangi stabilitas gigi tiruan yang menyebabkan gigi tiruan lebih bebas bergerak sehingga menimbulkan iritasi lebih lanjut (Damayanti, 2009: 7-8). Lesi akan mengecil jika gigi tiruan tidak dipakai untuk sementara waktu (Pala, 2002: 15). Apabila lesi terlalu besar maka perlu dilakukan pengambilan jaringan secara bedah dengan anastesi lokal. Pembedahan lesi sebaiknya dilakukan setelah jaringan tersebut diistirahatkan beberapa waktu untuk mengurangi edemanya (Damayanti, 2009: 8). Kesulitan prosedur pembedahan tersebut adalah pemotongan yang tepat dan mempertahankan kedalaman sulkus. Sebelum dilakukan perawatan operasi, sangat penting untuk mempertimbangkan keadaan mulut pasien dengan tujuan untuk menambah stabilitas gigi tiruan yang baru (Gayford, 1993: 123).

3.       Penutup

Hiperplasia merupakan akibat dari respon fibroepitelial karena pemakaian gigi tiruan yang disebabkan tepi basis gigi tiruan yang terlalu panjang dan gigi tiruan yang longgar. Hiperplasia ini berupa lesi yang berwarna merah muda, elastik, dan lunak. Lesi ini timbul di jaringan sekitar gigi tiruan. Perawatan  hiperplasia dapat dilakukan dengan pembedahan untuk lesi yang besar dan penghentian pemakaian gigi tiruan sementara waktu.

Berdasarkan pembahasan di atas, penulis menyarankan untuk melakukan penelitian tingkat lanjut mengenai perawatan dan pencegahan hiperplasia akibat penggunaan gigi tiruan. Selain itu, perkembangan dan pertumbuhan hiperplasia akibat penggunaan gigi tiruan perlu diteliti lebih lanjut agar tindakan diagnosa dan perencanaan perawatan pasien dapat dilakukan lebih awal, lebih tepat dan lebih baik.



Daftar pustaka

Damayanti, Lisda. 2009.“Respon Jaringan Terhadap Gigi Tiruan Lengkap Pada Pasien Usia Lanjut”. Makalah yang diunduh dari http://www.pdfwindows.com/pdf/respon-jaringan-     terhadap-gigi-tiruan-lengkap-           pada-pasien-usia-                lanjut. Diakses pada 22 Juni 2011. 23:44:32 WIB.

Gayford, J. J. dan R. Haskell. 1990. Penyakit Mulut. Ed. ke-2, terj. Lilian Yuwono. Jakarta: Penerbit             Buku Kedokteran EGC.

Houwink, B. dkk. 1993. Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan, terj. Sutatmi Suryo.  Yogyakarta: Gajah           Mada University Press.

Pala, Sukma. 2002. “Penanggulangan Kelainan Klinis Pasca Pemasangan Gigi Tiruan Penuh”. Skripsi yang                                diunduh dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/18896. Diakses pada 3 Juli 2011. 19:29:51               WIB.

USU Repository. 2010. “Pengaruh Pemakaian Gigitiruan Lepasan Terhadap Pertumbuhan Candida            Albicans Pada Pasien Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Periode Januari-Februari 2010”. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/8280. Diakses pada 3 Juli 2011. 10:26:43 WIB.